Mediatataruang.com – COVID-19 menjadi perbincangan hangat di seluruh penjuru dunia saat ini karena telah menginfeksi lebih dari 1 juta penduduk dunia dari berbagai negara. Salah satu diantara peristiwa dalam sejarah dunia yang akan tercatat sepanjang masa. Dengan adanya kondisi seperti ini, sebagian besar negara-negara di dunia mengambil kebijakan yang diharapkan dapat memutus rantai penularan COVID-19 ini.
Diantara sejumlah kebijakan tersebut yaitu membuat sistem belajar mengajar mulai dari strata Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi dilakukan secara daring. Demikian juga dengan sebagian besar dunia kerja memberlakukan aturan “work from home”. Demikian juga dengan Indonesia, hal seperti ini pun dilakukan.
Dengan adanya kondisi seperti ini, penghayatan setiap individu tentulah berbeda. Namun, secara umum ada 4 fase yang di alami oleh kita dengan adanya kebijakan #stayathome ini.
Fase 1. Fase Euphoria
Fase ini ditandai dengan rasa gembira dan senang. Karena persepsi awal yang terbentuk di pikiran kita adalah libur. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kalimat-kalimat seperti ini di dalam benak pikiran “asiiik ga usah ke sekolah, asiiik ga usah ngantor, asik bisa di rumah ga harus siap-siap dari pagi”, dan berbagai komentar kecil lainnya di dalam benak pikiran kita.
Fase 2. Fase Crisis
Pada fase ini, biasanya kita sudah mulai mengalami ketidaknyamanan. Mengapa? Karena yang biasanya aktif dan melakukan kegiatan yang bersifat dinamis di luar rumah/di kantor sekarang kita hanya di rumah saja. Tidak sedikit juga untuk yang sudah berkeluarga dan memiliki anak, mereka harus mengeluarkan energi ekstra karena harus mendampingi anak di rumah apakah itu untuk bermain atau belajar. Namun, di sisi lain pekerjaan kantor dan sekaligus pekerjaan rumah tetap harus dibereskan. Buat mereka yang senang bersosialisasi meskipun sudah dibantu oleh teknologi digital untuk bertemu secara virtual, tetap saja mereka merasa ada yang kurang. Ada yang mulai merasa jenuh/bosan, ada yang merasa stres dan mulailah muncul gejala-gejala stres. Gejala-gejala itu bisa muncul secara fisik maupun psikis. Mulai dari gejala yang ringan sampai gejala yang berat.
Apa saja gejala fisik yang biasanya muncul, badan pegal-pegal di bagian leher, pundak, dan bahu waktu bangun tidur. Merasa tubuh kurang bugar, meskipun sudah menjaga nutrisi, obat-obatan dan olah-raga. Di bagian wajah atau mata sering ada kedutan-kedutan kecil dan Anda tidak tahu itu apa. Ada yang merasa belum cukup tidur padahal Anda sudah tidur dalam waktu yang cukup atau sebaliknya Anda malah susah tidur.
Gejala-gejala yang secara psikis muncul biasanya adalah kita menjadi lebih mudah lupa. Ketika melakukan rutinitas atau saat berdiam diri tiba-tiba muncul perasaan tidak nyaman dan Anda tidak tahu kenapa. Semangat Anda dalam keseharian tidak selalu stabil (up and down) serta sangat fluktatif atau “galaw” berkepanjangan.
Nah, ada juga gejala stres dalam derajat yang lebih berat dan mengarah pada psikosomatis yaitu Anda mudah flu, batuk, sakit kepala, diare, alergi kulit, atau gangguan lainnya pada fisik.
Pertanyaannya adalah, apakah wajar jika kita mengalami fase crisis seperti ini? Sangat wajar, karena perubahan apapun yang terjadi dalam hidup kita tentunya akan menimbulkan dampak sekecil apapun itu.
Oleh karena itu, kita akan masuk ke dalam Fase yang ketiga.
Fase 3. Fase Recovery
Pada tahap ini biasanya kita akan melakukan sejumlah strategi untuk mengatasi crisis tersebut. Ada yang dengan berolah raga, meditasi, membuat permainan-permainan kecil dengan keluarga di rumah, aktif menjaga sosialisasi via media virtual, membuat perencanaan manajemen waktu, sampai dengan menyusun perencanaan yang lainnya. bahkan tidak sedikit juga yang menggunakan cara-cara untuk mengurangi stresnya dengan mengikuti berbagai tuturial yang di dapatkan melalui media digital.
Apapun cara-cara baik yang kita pergunakan sebenarnya tidaklah masalah, yang penting tujuan kita bisa tercapai yaitu bugar secara fisik dan sehat secara mental.
Fase 4. Fase Adjustment
Ini merupakan fase paling akhir dimana pada tahap ini kita sudah mulai terbiasa baik secara fisik maupun mental dengan situasi seperti ini. Atau dengan kata lain disebut juga dengan fase adaptasi. Durasi berapa lama dari fase Euphoria sampai ke fase Adjustment pada tiap orang tentunya berbeda-beda. Namun, apapun yang terjadi untuk membantu kita bisa sampai ke fase adjustment ini adalah dengan “ACCEPTANCE” atau “MENERIMA” bahwa pandemi ini memang sedang terjadi dan menjadi bagian dari sejarah hidup kita. (*Efnie Indrianie,M.Psi,Psikolog)
Discussion about this post