Mediatataruang -Dengan disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja pada Senin, 5 Oktober 2020, sejumlah pasal dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dirombak. Sekitar 38 pasal aturan Tata Ruang yang diubah, dihapus, dan ditambahkan.
Sejumlah perubahan utama yang terjadi, berikut di antaranya:
- Klausul Izin Jadi Kesesuaian
Perubahan drastis yang terjadi pada Pasal 1 ayat 32 dalam UU Tata Ruang. Semula, ada klausul “izin pemanfaatan ruang”. Klausul ini kemudian hilang di Omnibus Law dan berganti menjadi “kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang. Perubahan ini membawa dampak signifikan pada aturan di selanjutnya, termasuk dalam hal pelanggaran terhadap tata ruang. Jika sebelumnya pidana terhadap pelanggaran izin, maka sekarang pidana terhadap pelanggaran kesesuaian pemanfaatan ruang.
- Kewenangan Gubernur dan Bupati Dipangkas
Dalam Pasal 10 UU Tata Ruang, pemerintah provinsi (Gubernur dan DPRD setempat) masih berwenang untuk melaksanakan penataan kawasan strategis di daerah mereka. Hal yang berlaku bagi pemerintah kabupaten kota (Bupati dan DPRD setempat), dalam Pasal 11. Kewenangan ini dihapus dalam Omnibus Law. Sehingga, kewenangan daerah kini hanya sebatas pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan penataan ruang. Kemudian, kerja sama antar daerah.
- Aturan Tata Ruang Pedesaan Dibabat
Dalam UU Tata Ruang, ada 6 pasal sekaligus yang mengatur soal perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang di desa. Ketentuan ini dimuat dalam Pasal 49 sampai Pasal 54. Lewat UU Tata Ruang, penataan ruang di desa bisa dilakukan di tingkat kecamatan sampai desa. Keenam pasal ini dibabat habis alias dihapus dalam Omnibus Law.
- Hak Menuntut Jadi Keberatan
Dalam Pasal 60 huruf d UU Tata Ruang, masyarakat berhak mengajukan tuntutan kepada pejabat berwenang bila ada pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di daerah mereka. Dalam Omnibus Law, klausul “mengajukan tuntutan” ini hilang dan berganti menjadi “mengajukan keberatan” - Pidana Korporasi Dikorting
Dalam Pasal 74 UU Tata Ruang, pidana berupa denda bagi korporasi yang melanggar aturan tata ruang sebesar 3 kali lipat dari denda untuk individu pelanggar.
Tapi dalam Omnibus Law, hukuman denda ini dikorting menjadi hanya seperiga saja. Artinya, denda bagi korporasi pelanggar lebih rendah daripada individu yang melanggar.
Sebaliknya, semua jenis pidana berupa denda bagi individu pelanggar dinaikkan. Sebagian pidana penjara turun dan sebagian lainnya tetap. Artinya tidak ada hukuman penjara yang naik dalam Omnibus Law.
Discussion about this post