Mediatataruang.com – Maju sidang S1 bersama 4 orang lainnya yang sebelumnya ngumpul disatu tempat, teman2 sangat serius belajar bersama saling koreksi satu sama lain, disaat sibuk2nya mereka menyiapkan maju sidang keesokan harinya justru saya menghilang liat bioskop ..hahaha
Saat pelaksanaan sidang justru saya duluan disidang dan pengumuman diakhir, sungguh melihat suasananya tegang banget, tapi saya santai saja malah becandain teman2 agar tak terlalu tegang. Tema tugas akhir saya tentang evaluasi pemilihan lokasi industri di Gresik yang saya anggap waktu itu salah. Dengan teknik penghitungan sel dalam peta setelah penilaian variabel penentu penentuan lokasi kawasan industri. Proses perhitungannya tak segampang sekarang karena sdh ada GIS, dulu membuat penilaiannya dengan menggunakan peta yang dibagi dalam sel-sel atau kotak yang disesuaikan dengan variabel penentu kesesuaian lokasi industri. Petampalan dari sejumlah sel berdasarkan variabel tersebut akan mendapatkan tampalan lebih sesuai, penilaian tsb diulang pada kawasan lain dengan variabel yang sama.
Saat pengumuman tiba, Alhamdulillah nilai A meskipun saat itu ada salah satu teman yang justru sangat rajin bermasalah karena nilainya pas-pasan dengan revisi. Bukan nyombong, saya yang tak terlalu rajin hanya revisi satu kata (bukan kalimat). Rintangan satu sudah terlampaui, setelah urusan di kampus beres, didampingi calon istri kembali ke Surabaya, menyampaikan berita gembira ke orangtua bahwa juga sudah bisa mulai konsentrasi kerja dan tak kepikiran tentang kuliah lagi.
Kembali ke dunia kerja sebagai asisten dari seorang maestro Tataruang merupakan sebuah keuntungan tersendiri, bisa langsung belajar kerja dari yang ahli. Berempat kami bekerja selama setahun, sampai akhirnya kita berpisah, satu kembali ke Malang yang sekarang kabarnya sdh menjadi sekretaris daerah di Kabupaten Malang, satu orang kembali ke Samarinda dan khabarnya sekarang menjadi kepala PU Kota Samarinda, satunya lagi ke NTB menjadi Kabid Tataruang dan saya memilih tidak menjadi ASN. Saya lebih suka berada di jalur profesional saja meskipun kesempatan untuk menjadi ASN saat itu terbuka lebar.
Selama menjadi asisten tepatnya sudah menjadi tenaga ahli karena saat itu sudah dilepas untuk bisa mempertanggungjawabkan kegiatan yang direncanakan sendiri meskipun tetap didampingi oleh mantan dosen yang sampai sekarang masih setia sebagai tenaga pengajar di jurusan PWK. Sedikit banyak, saya terpapar mahzab perencanaan yang didoktrinkan kepada saya saat ikut menjadi bagian dari team beliau, akan tetapi justru keterpaparan doktrin perencanaan dari beliau inilah yang menjadikan saya eksis sampai sekarang. Memang itu cara efektif agar seorang junior planner dapat cepat menyerap ilmu seniornya, selalulah bertanya dan mendekatinya sampai benar2 terpapar ilmunya.
Setelah tidak lagi bersama team terdahulu, saya ikut melamar disebuah konsultan perencanaan terbesar di Jawa Timur yang saat itu dirintis dari bawah. Saya merasa bangga dan banyak belajar dari semua proses membesarkan usaha konsultan, meskipun saya lakukan dengan “mencuri” ilmu, karena saya selalu meluangkan waktu untuk belajar tidak hanya pekerjaan perencanaan akan tetapi saya mulai belajar bagaimana mencari sebuah pekerjaan dan mengelolanya.
Dari keseluruhan proses saya masih mencari bentuk yang pas dalam perencanaan Tataruang yang saya tak ragu untuk melakukan kajian dari keilmuan lainnya yang saya pelajari secara langsung dari para senior di tempat kerja, yang dengan sangat baik memberikan penjelasan tentang banyaknya keingintahuan saya terhadap keilmuan lainnya khususnya keilmuan lingkungan, sipil dan arsitek serta keilmuan sosial.
Pengetahuan tentang keilmuan selain perencanaan akan semakin memperluas wacana pemikiran dalam proses perencanaan, karena saya sangat ingat bahwa dalam perencanaan wilayah dan kota ada dua hal yang harus dipegang yaitu aspek teknokratis dan aspek politik. Semua hasil perencanaan akan melalui proses dikedua aspek tersebut sehingga penguasaan tentang kedua proses tersebut akan menjadi kunci suksesnya sebuah perencanaan.
Kuat di teknokratis dan lemah di aspek politis akan menjadikan hasil perencanaan tak mempunyai pijakan formal untuk dilaksanakan, begitu juga sebaliknya. Hubungan dengan keahlian lain menjadi sebuah keharusan agar kita mendapat sudut pandang yang lengkap dalam menentukan arah pengembangan dalam perencanaan. Jangan pernah kita bekerja sendiri dan menganggap bahwa bisa ditangani sendiri, meskipun seorang planner diajarin berbagai keilmuan, akan tetapi sudut keilmuannya tak mendalam, karena memang seorang planner dibentuk menjadi seorang penentu kebijakan dalam penentuan scenario perencanaan tataruang dari berbagai aspek keilmuan yang berhubungan dengan penataan ruang.
Tak mudah mendapatkan pasion menjadi seorang planner sejati, apalagi dasar pendidikannya bukan seorang planner. Seorang planner diarahkan agar menjadi konduktor dalam sebuah orkestrasi para tenaga ahli bukan sebaliknya, karena sang planner lah yang dibekali keilmuan untuk mengambil keputusan dan scenario dalam sebuah perencanaan secara komprehensif.
Untuk menjadi seorang planner dengan kapasitas seperti diatas, diperlukan pembelajaran keprofesionalan yang mumpuni sesuai dengan kebidangannya sebagai seorang planner. Seorang planner harus terus diasah kemampuannya seiring waktu dan tidak mendadak planner untuk kembali marwahnya setelah sekian lama tak update kebidangannya. Oleh karena itu dalam keprofesionalan seorang planner, capaian akademis sekalipun tidak serta merta akan merengkuh capaian level keprofesionalan apalagi yang tidak berada dibidangnya dalam sekian lama tak terupdate.
Perlu waktu lagi untuk kembalikan marwahnya sebagai planner. Makanya dari dulu saya tidak setuju seorang dosen PWK tidak keluar kampus untuk menerapkan ilmunya dan mendapat timbalbalik dari keilmuannya yang dapat disampaikan kepada mahasiswanya. Banyak yang menentang pendapat ini, akan tetapi itulah inti dari level capaian kompetensi.
Cukup lama saya belajar di komunitas konsultan, hampir 8 tahun lamanya berupaya mencari bentuk dan memantapkan niat mengembangkan keilmuan perencanaan. Salah satunya dengan aktif di organisasi perencanaan. Saat itu tak banyak yang senang mempelajari peraturan perundang undangan penataan ruang beserta seluk beluk kompetensi planner yang membawa saya menjadi pengurus dari Badan Sertifikasi Profesi, sampai mandat capaian tersebut menjadi ketua di Badan yang diakuisasi dalam institusi induknya menjadi setingkat bidang tersebut dan sekarang telah berubah menjadi Lembaga Sertifikasi Perencana yang independen yang juga saya ikut membidani kelahirannya, meskipun diganti sepihak tanpa penjelasan tak menggoyahkan tekad tetap cinta institusinya. (*Juniar Ilham)
Discussion about this post