Mediatataruang.com – Namanya Salim Kancil, seorang petani kecil 46 tahun dari Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, Jawa Timur. Sabtu pagi itu dia sedang menggendong cucunya bermain, dari kejauhan sorak provokasi kebencian dan ancaman terdengar makin jelas tatkala puluhan orang mendekat ke rumahnya dengan membawa berbagai senjata tajam.
Hari itu Salim Kancil menghembuskan nafas terakhirnya setelah diikat, diseret dikeroyok, dipukuli dan dianiaya tanpa ampun oleh preman suruhan Kepala Desanya sendiri, seorang pejabat yang harusnya pekerjaan utamanya adalah melindungi warganya.
Semua itu terjadi karena Salim Kancil memperjuangkan lahan pertanian yang menjadi penghidupannya dari kerusakan tambang pasir ilegal. Salim Kancil sempat berharap pada sang Kades pemimpin desa, namun sang Kades nyatanya termasuk komplotan pendukung tambang, yang menikmati keuntungan tambang ilegal meskipun warganya menderita.
Kisah Salim Kancil adalah potret dari berbagai konflik lingkungan. Kita bisa lihat di berbagai tempat, dari Toba, Batang, Kinipan, Kendeng, Wadas, Sangihe, hingga Papua. Ketika uang besar bermain dengan kekuasaan, orang-orang kecil seperti Salim Kancil selalu dicoba dikalahkan dengan berbagai cara. Dibungkam dengan teror, ancaman, kriminalisasi, hingga tindakan kekerasan. Semua itu agar orang-orang kecil ini takut dan berhenti bersuara, semua itu agar kita diam.
Discussion about this post