Mediatataruang.com – Masuknya kapal-kapal nelayan, survei dan kapal perang China ke Laut Natuna Utara dalam beberapa tahun terakhir tampaknya sudah biasa. Pada akhir Agustus hingga awal Oktober 2021 kapal China kembali muncul. Namun, beberapa pejabat pemerintah terkesan “memaklumi” kejadian yang melanggar teritori dan melecehkan kedaulatan ini. Tampaknya pemerintah mempunyai sikap khusus atas China, rakyat harap maklum dan dilarang protes.
Padahal, di samping persoalan teritori dan kedaulatan, agresivitas China di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Natuna Utara juga menyangkut masalah SDA. Pencurian ikan sudah berlangsung lama. Kerugian NKRI ini akan bertambah besar jika cadangan migas Blok Natuna Timur (Blok NT, d/h: Natuna D-Alpha) dicaplok China. Di samping ingin mengamankan jalur sutra (ekonomi dan perdagangan), tampaknya China terus menarget penguasaan Blok NT.
Kisruh soal Laut Natuna Utara sudah berlangsung lama. Klaim sepihak, “unilateral claim”, China menyatakan wilayah tersebut sebagai “traditional fishing ground”. Hal ini diwujudkan dalam teritori “Nine Dash Line” (sembilan garis putus-putus) yang mencaplok sekitar 83.000 km2 wilayah yurisdiksi Indonesia (30% luas perairan Natuna), termasuk Blok NT. Klaim sepihak ini membuat China berseteru juga dengan Malaysia, Filipina dan Vietnam.
Discussion about this post