Kelangkaan solar yang terjadi itu menurut Ugan ada kemungkinan kuota yang ditentukan oleh BPH Migas meleset dari kebutuhan di lapangan. “Saya melihat ini bukan kesalahan Pertamina untuk memproduksi solar, tapi ini penentuan kuota yang tidak sesuai dengan di lapangan. Saya yakin analisa yang saya lakukan ini kuota yang diputuskan BPH Migas tidak sesuai dengan keadaan di lapangan. Mungkin salah satu alas an dari BPH MIgas untuk menentukan 15 juta kilo liter itu, mungkin salah satu karena adanya PPKM. Sehingga dianggap sampai akhir Desember itu jika diteruskan PPKM maka akan cukup 15 juta kilo liter. Tapi nyatanya ketika bulan Oktober PPKM dibuka maka ada lonjakan-lonjakan konsumen. Akibatnya, ketika ingin memenuhi semua kebutuhan tentunya kuota yang ada tidak sampai di ujung Desember,” ujar Ugan.
untuk memenuhi memenuhi kebutuhan kelangkaan solar tersebut kemudian , BPH Migas pun memutuskan untuk relaksasi. “Relaksasi itu bukan penambahan kuota tetapi ada kuota yang kehabisan disuatu wilayah ditutup dari wilayah lainnya yang masih masih memiliki kuota. Nanti mereka yang kehabisan akan ditutup lagi dan itu akan terus-terusan tidak akan pernah berhenti apabila kuotanya tidak ditambah. Oleh sebab itu solusi yang betul adalah BPH Migas harus berani menambah kuota. Tapi BPH Migas tidak bisa serta merta sendirian, harus berkonsultasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. Jika Pertamina – patraniaga sekarang harus melakukan penambahan kuota, ugan yaikini pasti bisa dilakukan oleh Pertamina-patraniaga. Tapi uangnya dari mana dan akan menjadi beban siapa?. Jangan sampai Patra Niaga yang sedang terpuruk, dibebani lagi sehingga membuat pertamina-patraniaga tambah terpuruk begitu,” tegasnya.
Discussion about this post