Mediatataruang.com – Upaya Gubernur DKI untuk memberikan solusi pengelolaan rusun di DKI telah secara sistematis dituangkan dalam PERGUB DKI Jakarta 132/2018 & 133/2019 & 70/2021. Dengan diberlakukannya Pergub tersebut, maka secara otomatis mendemisionerkan SEMUA Kepengurusan P3SRS di seluruh DKI dan mewajibkan setiap Kawasan untuk mengadakan RUALB sesuai aturan Pergub untuk memyelaraskan AD/ART sesuai UU20/2011 dan turunannya, serta memilih ulang kepengurusan.
Kawasan Rusun GCM yang ditunjuk oleh Gubernur Joko Widodo sesaat sebelum nyapres, sebagai Kawasan percontohan Rusun yang menerapkan MARUSON (Manajemen rusun online) tidak terkecuali. Walaupun sudah ada kepengurusan tunggal P3SRS GCM pimpinan Tonny Soenanto sebagaimana tertuang dalam Surat DPRKP 2145/-1.79671 tanggal 23 Mei 2018 tetap wajib mengikuti aturan Pergub tersebut diatas. Hal mana sejalan dengan UU 20/2011 tentang RUSUN mengatur Pengurus yang Demisioner hanya bisa dihidupkan melalui Musyawarah Warga (RUTA = Rapat Umum Tahunan Anggota) yang diadakan setiap 3 Tahun untuk pergantian pengurus yang dipilih secara demokratis dengan prinsip satu nama satu suara.
“Dalam hal Kawasan GCM, karena oknum-oknum PT Duta Pertiwi Tbk tidak sampai 10 orang, maka sampai kiamat, PT Duta Petiwi Tbk dan figur-figurnya TIDAK AKAN bisa mengadakan RUALB sebagaimana diatur oleh Pergub tersebut”, ketua RW 08 Jemmy R. Wollah menegaskan.
Itu sebabnya Perkara 510/PDT.G/2013/PN.JKT.PST jo 54/PDT/2015/PT.DKI jo 100K/PDT/2017 dengan Putusan Inkrach GUGATAN DITOLAK (selanjutnya disebut Perkara Lama), oleh Herry Wijaya dkk, oknum PT Duta Pertiwi Tbk, digugat Kembali dengan Perkara Baru 16/PDT.G/2018/PN.JKT.PST jo 685/PDT/2019/PT.DKI jo 1335K/PDT/2021 dengan Putusan GUGATAN DIKABULKAN. “Ini artinya Putusan PERKARA BARU justru melanggar UU, PP dan PERGUB. Perkara jelas-jelas nebis in idem. Perkara kedaluwarsa, yang digugat ibaratnya sudah dikuburan, karena sudah ada tiga kali pergantian pengurus. Perkara dengan penggugat tidak punya legal standing. Kalau saya Ketua MA, sudah saya pecat itu hakim-hakim yang main-main”, demikian Justiani dari KATAHUKUM (KAwalnawaciTA bidang HUKUM) menjelaskan kekecewaan nya kepada Institusi Hukum tertinggi yakni MA RI.
Justiani, lebih lanjut mengelaborasi bagaimana permainan peradilan melalui AKAL-AKALAN hukum untuk meloloskan perkara baru, sbb:
1. Bahwa PERKARA BARU dibuat seolah tidak NEBIS IN IDEM terhadap PERKARA LAMA dengan menambah klausul permintaan ganti rugi dan menambah TERGUGAT dengan 1 orang warga.
2. Bahwa PERKARA BARU dengan terang benderang MENIADAKAN putusan peradilan PERKARA LAMA yang sudah INKRACH. Ini artinya MENGHINA putusan peradilan. Majelis Hakim semacam ini harus diberi sanksi yang berat atas kesengajaan mempermainkan peradilan.
3. Bahwa PERKARA BARU dengan terang benderang MENIADAKAN sebanyak 33 Surat Kementerian/Lembaga Negara (Terlampir) dalam Putusan yang memenangkan Pihak Penggugat yang TIDAK memiliki LEGAL STANDING sekaligus TANPA alat bukti. Ini artinya Putusan tersebut MENGHINA eksistensi NKRI.
4. Bahwa PERKARA BARU menyalahi azas TEMPUS DE LICHTIE, alias gugatan KADALUWARSA karena pengurus yang sudah bubar dan sudah ganti dua kali melalui RUTA, dan tidak berlaku Hukum Perdata Waris, karena RUTA adalah musyawarah warga sebagai sumber hukum tertinggi. Namun demikian PERKARA BARU menggugat Kepengurusan hasil RULB 2013 yang sudah dikuburan dan sudah diganti dua kali.
5. Kami sebagai para TERGUGAT (Warga GCM para pemilik Kawasan Rusun GCM) dengan tuduhan PMH adalah amat LUCU karena kami dipilih melalui musyawarah warga melalui RULB tanggal 20 September 2013 yang dilandasi Kesepakatan Tripartit tanggal 20 Juni 2013 dibuat Notulen oleh Dinas PR&KP DKI Jakarta. Lalu PMH nya itu apa kok bisa dikabulkan sebagian? Ternyata setelah diteliti ada permainan kalimat dalam putusan yang MENGABAIKAN BUKTI KESEPAKATAN TRIPARTIT (Putusan 16/PDT.G/2018/PN.JKT.PST hal 199). Istilah hukumnya adalah ERROR IN PERSONA.
“Inilah BUKTI perdagangan kalimat putusan yang jelas merusak makna keadilan”, demikian Penasehat P3SRS GCM, Leo Phunizar. Lebih lanjut, Leo menghimbau kepada Ketua MA untuk menegakkan keadilan, dan jangan justru menimbulkan kegaduhan akibat permainan kalimat dalam putusan. Seperti Perkara: 56/G/2021/PTUN.JKT memutuskan menghukum Tergugat (Kepala DPRKP Provinsi DKI) untuk mencabut SK DPRKP Nomor 591 dan 592 tanggal 24 November 2020 dengan alasan masih ketika itu proses Kasasi Perdata (Perkara Baru).
“Ampun gak? Gubernur/DPRKP kalah sama mafia Rusun? Mau dikemanakan ini NKRI? Peradilan transaksional mengakibatkan kekacauan bagi yang kurang mau belajar dengan teliti. Buktinya Walikota Jakpus, yang sebelumnya menghimbau Warga GCM kalay mau dihidupkan listriknya untuk membayar ke Rekening PT Duta Pertiwi Tbk (illegal), ketika dijelaskan bahwa UU 20/2011 mewajibkan membayar ke rekening P3SRS sehingga setiap tahun bisa dipertanggung-jawabkan dalam RUTA, maka semalam Pak Walikota marah-marah dan memerintahkan untuk menyalakan listrik, setelah 20 hari dimatikan dan diduduki dijaga sejumlah preman ”, demikian Pak RW08 menjelaskan kejadian.
Secara tegas, warga GCM meminta kepada MA untuk jangan ikut merusak NKRI. Warga berharap agar proses KASASI untuk 56/G/2021/PTUN.JKT jo 240/B/2021/PT.TUN.JKT diatas tidak menghinakan Sistem Peradilan itu sendiri. Gubernur DKI dan DPRKP DKI yang menegakkan UU20/2011 sampai Pergub dan didukung puluhan surat Kementerian/Lembaga Negara bisa kalah. Apakah ini salah satu pertanda NKRI mau punah?
Penegakkan hukum jangan sampai melanggar keadilan. Omong kosong kalau Para Hakim apalagi Hakim Agung tidak tahu bahwa upaya hukum yang dilakukan oleh PENGGUGAT tak lebih hendak menjadikan hukum untuk mengesahkan kejahatan setidaknya mengolor waktu (buying time) karena pihak di belakang PENGGUGAT sudah terdesak dari semua sisi tinggal di PAILIT kan saja. Mahkamah Agung RI, Sesuai dengan Jabatan Hakim Agung yang saat ini dalam proses RUU di DPR RI, wajib membuktikan untuk mengambil Tindakan Tegas kepada hakim-hakim tersebut diatas.
Menkopolhukam, Mahfud MD, ketika didatangi oleh Komjen Pol (Purn) Oegroseno selaku KPK DKI mendampingi Ketua RW 08 GCM Jemmy Wollah dan Dewan Penasehat P3SRS GCM, Leonardo Phunizar, langsung menunjuk Deputi VI, Janet untuk segera membentuk Tim Penyelesaian GCM.
Menurut Justiani dari KATAHUKUM, solusinya gampang yaitu (1) Gub DKI membuat surat klarifikasi yang isinya SK Gub 1029/2000 tentang pengesahan PENDIRIAN badan hukum P3SRS GCM tetap berlaku karena pendirian badan hukum hanya sekali waktu serah terima. Sedangkan tatacara kepengurusan wajib merujuk pada aturan Pergub bagi semua rusun se DKI (2) Putusan Kasasi TUN jangan sampai mencederai keadilan. Bagaimana mungkin hanya di P3SRS GCM yang Gubernurnya kalah lawan Mafia Rusun.(*)
Discussion about this post