Mediatataruang – Bonus produksi adalah salah satu bentuk pemanfaatan pengembangan panas bumi yang dapat dirasakan langsung oleh daerah penghasil. Penggunaan bonus produksi ini diprioritaskan untuk masyarakat yang berada paling dekat dengan proyek atau kegiatan pengusahaan panas bumi. Manfaat bonus produksi dapat memupuk rasa kepemilikan oleh masyarakat terhadap kegiatan pengusahaan panas bumi tersebut sehingga tercipta sinergi antara masyarakat dengan badan usaha pengembang panas bumi dalam upaya pemanfaatan sumber daya panas bumi
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) mencatat melalui kegiatan pengusahaan panas bumi, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) total bonus produksi sejak triwulan 1 hingga 4 tahun 2020 mencapai Rp 101.521.867.351. Angka ini dihitung melalui rekonsiliasi perhitungan besaran bonus produksi 16 PLTP pada WKP/Area yang telah berproduksi secara komersil, dan dikelola oleh pengembang Eksisting (Kuasa & Kontrak Operasi Bersama/KOB) dan Izin Panas Bumi (IPB). Perhitungan bonus produksi mengacu pada pasal 12 ayat 1 dan pasal 13 Permen ESDM nomor 23 Tahun 2017 serta persentase daerah penghasil tahun 2020 sesuai Kepmen ESDM nomor 115 tahun 2020.
“Dari hasil rekonsiliasi hari ini, tercatat untuk bonus produksi triwulan IV 2020 sebesar Rp 29.476.861.948, sehingga total untuk tahun 2021 menjadi kurang lebih RP 101 miliar. Bonus produksi ini wajib disetorkan langsung oleh pengembang panas bumi kepada Pemkab/Pemkot penghasil, dan ada 26 Kabupaten/Kota sebagai penerima bonus produksi tersebut”, urai Budi Herdiyanto, selaku Koordinator Pengawasan Eksplorasi dan Eksploitasi Panas Bumi, pada Rapat Rekonsiliasi Perhitungan Bonus Produksi Panas Bumi Triwulan IV, yang digelar di Hotel Hilton, Bandung dan secara virtual pekan lalu (26/2). Pengembang wajib menyetorkan bonus produksi melalui Rekening Kas Umum Daerah penghasil paling lambat 14 hari kerja sejak penetapan besaran bonus produksi oleh Direktur Jenderal EBTKE atas nama Menteri ESDM.
Yang dimaksud dengan eksisting yaitu pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, Kontrak Operasi Bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi. Dalam hal ini, area yang termasuk eksisting yaitu Kamojang, Ulubelu, Lahendong, Salak, Darajat, Wayang Windu, Sibayak, Dieng, Patuha, Sarulla, Karaha, Lumut Balai, dan Sibayak. Dan yang termasuk wilayah IPB adalah Ulumbu, Sorik Marapi, Muara Laboh, dan Mataloko. Sampai saat ini, PLTP Sibayak dan Mataloko belum beroperasi.
Melalui bonus produksi ini diharapkan terbentuk program-program peningkatan kesejahteraan daerah penghasil sehingga mendorong tumbuhnya rasa memiliki terhadap proyek pengusahaan panas bumi. Hal ini akan menciptakan terwujudnya kondisi yang kondusif antara pengembang panas bumi, Pemerintah dan masyarakat daerah penghasil. Kabupaten Bandung merupakan penerima terbesar bonus produksi panas bumi yaitu sebesar Rp 147,59 Milyar periode 2014-2020.
Sebagai bentuk pengawasan, Direktorat Jenderal EBTKE melalui Direktorat Panas Bumi akan memastikan pendapatan bonus produksi dianggarkan dalam APBD sesuai Permendagri nomor 6 tahun 2020 dan telah menyampaikan surat nomor T-211/EK.4/DJE.P/2021 tanggal 2 Februari 2021 kepada Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri hal Usulan Pengaturan Pengelolaan dalam Pedoman Umum APBD 2022. Juga akan mengawal pemanfaatan Bonus Produksi di daerah penghasil digunakan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat, dimana masyarakat yang diprioritaskan adalah masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah kerja/area PLTP. Ditjen EBTKE telah meminta kepada Pemerintah Kabupaten/Kota penghasil agar menyiapkan paparan mengenai pemanfaatan dana di masing-masing daerah penghasil. Adapun Pemkab/Pemkot yang telah menetapkan peraturan mengenai pemanfaatan Bonus Produksi Panas Bumi antara lain Pemkab Bandung melalui Perbup No. 116/2020; Pemkab Garut melalui Perbup No. 58/2020; Pemkab Sukabumi melalui Perbup No. 33/2019; Pemkab Tanggamus melalui Perbup No. 358/2020; dan Pemkab Tapanuli Utara melalui Perbup No.39/2020. (*DLP)
Discussion about this post