Dalam budaya hedonis, pertanian bukanlah sektor yang disukai oleh para pengambil kebijakan di daerah. Bahkan ada juga diantara mereka yang memandang sebelah mata. Mereka lebih terangsang untuk memnangun industri atau infra struktur dasar. Tidak sedikit juga yang memilih pengembangan perumahan atau pemukiman. Mereka lebih menyukai pembangunan yang “quick yealding”, dari pada yang harus menunggu waktu.
Namun begitu, ada juga Kepala Daerah yang tetap komit terhadap peran sektor pertanian. Mereka umum nya akan menjadikan sektor pertanian sebagai koor bisnis dalam APBD nya. Akibat nya wajar, bila politik anggaran yang dikocorkan untuk pertanian relatif besar. Mereka yakin sektor pertanian harus diprioritaskan, karena melibatkan sumber kehidupan dan penghidupan rakyat.
Penguatan fungsi Penyuluhan Pertanian, kini sangat mendesak untuk ditempuh. Mengokohkan Penyuluhan Pertanian, tentu tidak cukup hanya dengan menerbitkan regulasi setingkat Perpres, namun yang lebih utama lagi adalah bagaimana keseriusan bangsa ini untuk “menghidupkan” kembali UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang saat ini tampak sedang “mati suri”. Ini yang paling penting untuk digarap. (*Entang Sastraatmadja).
Discussion about this post