Mediatataruang – Antrian ribuan truk yang berhari-hari untuk mendapatkan Solar di SPBU menjadi perhatian Dr. Kurtubi, “SPBU kekurangan solar. Padahal Indonesia negeri dengan kekayaan potensi sumber daya energi yang besar. Karena salah kelola, rakyat menderita. Mestinya di saat kondisi dunia secara bersamaan harga komoditas Sumber Daya Energi Dunia yang melejit, negara kita berpeluang besar akan panen cuan luar biasa dari ekspor migas, ekspor batubara dan CPO,” ujar Pemerhati Energi ini
“Tetapi faktanya, rakyat harus ngantri minyak goreng diseluruh daerah. Sopir truk ngantri solar bersubsidi yang dijatah oleh BPH MIGAS. Jatah solar untuk setiap daerah/SPBU ternyata jauh dibawah kebutuhan dan Pertamina gak berani jual solarnya diatas kuota jatah yang ditentukan oleh BPH Migas. Padahal ada stok solar untuk 20 hari,” ujar Alumnus CSM Amerika, IFP Prancis dan Universitas Indonesia ini
Dari sejak Tahun 1971, menurut Dr. Kurtubi pihak yang paling tahu jumlah volume kebutuhan BBM disetiap SPBU disetiap daerah adalah PERTAMINA. Namun sejak tahun 2001 Tata Kelola Migas dirubah, disisi Hilir dibentuk lembaga baru bernaha BPH Migas yang tugasnya antara lain mengatur kuota BBM yang dijual di SPBU.
“Semestinya lembaga yang bikin ruwet dan tidak efiisien ini dikembalikan ke Ditjen Migas agar di hilir kembali ke sistem yang simpel,” tegasnya.
Demikian juga lembaga BP Migas/SKK Migas menurutnya kembali gabung ke Pertamina, agar Invrstor HULU Migas kembali bergairah dimana yang menghadle semua perijinan yang dibutuhkan oleh Investor hulu adalah Pertamina sebagai pemegang Kuasa Pertambangan sekaligus sebagai penandatangan Kontrak Bagi Hasil.
Untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng menurutnya, sebaiknya CPO untuk jangka pendek dilarang Ekspor dulu, guna melakukan perhitungan kuantitatif yang tepat untuk memastikan kebutuhan CPO Dalam negeri yang harus terpenuhi.
“Baik untuk migor karena mendekati bulan puasa dan lebaran maupun untuk kebutuhan Biosolar yang sangat dibutuhkan memperlancar supply logistik dan bahan-bahan kebutuhan sehari-hari rakyat,” katanya.
Coal Boom
Batubara yang sedang mengalami coal boom. Harga batubara dunia sangat mahal hingga menembus $400/ton. Produksi batubara dalam negeri saat ini juga sangat tinggi.
Menurutnya, saatnya batubara menjadi penolong pertumbuhan ekonomi dengan jalan segera tatakelolanya disempurnakan dan disesuaikan dengan pasal 33 UUD45 yang mewajibkan pengelolaan SDA Perut Bumi termasuk Batubara ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Yaitu, dengan jalan Pemerintah menaikkan Pajak dan PNBP/Royalti batubara sedemikian rupa sehingga penerimaan negara dari Pajak dan Royalti Batubara harus lebih tinggi dari Keuntungan Bersih yg Diterima oleh Perusahaan Batubara.
Bisa dengan jalan mengikuti praktik di Sektor Migas, dimana negara memperoleh 65 % dan Penambang memperoleh 35% dari KEUNTUNGAN BERSIH, setelah Gross Revenues dikurangi Total Cost ( Cost Recovery).
Praktik di Migas seperti ini selama puluhan tahun terbukti berhail, Produksi dan Export Migas tinggi, Perusahaan Migas Hepi, APBN Hepi. Kalau Negara kita Mengelola SDAnya sesuai Konstitusi dimana sistemnya simpel tidak birokratik dan ada kepastian hukum jangka panjang bagi Investors, maka amat sangat mungkin Indonesia akan menjadi negara industri maju dengan kekuatan ekononi No.4 di dunia pada tahun 2050 seperti yg diprediksi oleh PWC,” ungkap anggota DPR-RI 2014-2019 ini. (*)
Discussion about this post