Media Tata Ruang — Jakarta – Penyusunan regulasi terkait pembangunan jalan tol mesti dilakukan secara sistematis dari penyusunan Undang-Undang Jalan, berlanjut ke Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Jalan Tol, hingga Peraturan Presiden (Perpres) sebagai regulasi teknis dan turunannya.
Demikian disampaikan Anggota Ombudsman RI Hery Susanto, M.Si dalam Rapat Konsultasi Publik terkait penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 100 tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
Rapat tersebut diselenggarakan Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI (PUPR) secara hybrid, pada Jumat (3/6/2022) untuk mendapatkan masukan terkait Rancangan Perpres JTTS tersebut.
Hery menegaskan “Konsultasi publik dalam penyusunan sebuah regulasi merupakan langkah baik untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat luas. Namun, pemerintah mendahulukan penyusunan Rancangan Perpres tersebut dibanding RPP Jalan Tol. Selain itu, pemerintah juga berencana menerapkan sistem pembayaran tol nontunai nirsentuhMulti Lane Free Flow (MLFF) pada akhir 2022, sementara regulasinya hingga saat ini belum ada”.
Oleh karena itu, menurut Hery, pemerintah harus segera menyiapkan regulasinya dan menyosialisasikan kepada masyarakat.
Beberapa pemerintah daerah yang hadir dalam forum tersebut seperti Pemda Sumatera Utara, Bengkulu, Sumatera Barat dan Riau menyatakan bahwa Jalan Tol Trans Sumatera sepanjang 2.704 km akan menjadikan pulau Sumatera sebagai kontributor perekonomian nasional terbesar setelah pulau Jawa.
Kehadiran Jalan Tol Trans Sumatera diharapkan dapat mempercepat mobilitas barang dan jasa antarpusat pertumbuhan ekonomi dan membangun keterkaitan antara pusat produksi (kawasan industri, pertambangan, perkebunan, pariwisata) denganoutlet-outlet (pelabuhan/bandara) di Pulau Sumatera sehingga mendorong pengembangan wilayah.
Sebagaimana diketahui, rencana revisi kedua Perpres Nomor 100 tahun 2014 dilakukan dalam rangka program percepatan pembangunan jalan tol di Sumatera.
Kementerian PUPR berharap, revisi kedua Perpres Nomor 100 tahun 2014 dapat menjadi norma hukum sebagai pedoman bagi pemerintah, badan usaha, dan pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan Program Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera.
Berdasarkan draf Rancangan Perpres tersebut, beberapa ruang lingkup dan objek yang diatur antara lain lingkup penugasan PT. Hutama Karya, penetapan ruas dan target pembangunan jalan tol di Sumatera, penambahan sumber pendanaan dan skema pembiayaan PT. Hutama Karya, penyediaan dana pengadaan tanah, dan kerja sama PT. Hutama Karya dengan pihak lain dan pengalihan hak pengusahaan Jalan Tol.
Selain itu, rancangan Perpres tersebut juga mengatur tentang jaminan pemerintah atas obligasi dan instrumen hutang lainnya, pinjaman PT. Hutama Karya untuk konstruksi, dan pembayaran berkala berbasis layanan, serta masa konsesi pengusahaan jalan tol selama 50 tahun dan dapat diperpanjang. (*)
Discussion about this post