Ataukah tidak, dimana mereka yang menggarap lahan sawah tersebut adalah para petani penggarap yang menerapkan sistem bagi hasil ? Ini yang menarik untuk didalami lebih lanjut. Sebab, jika fakta lapangan membuktikan para pemilik lahan sawah itu adalah orang kaya yang tinggal di perkotaan, dimana kesehariannya bekerja di gedung pencakar langit atau di kantor Pemerintah, pasti tidak keliru kalau disebut subsidi pupuk salah sasaran.
Dengan pola bagi hasil, maka pada saat panen berlangsung, para pemilik lahan sawah itu pun mendapat bagi hasil dari lahan sawah yang dibagi-hasilkannya, sekalipun mereka ini tidak pernah turun ke sawah. Mereka umumnya hanya ongkang-ongkang kaki di rumahnya yang mewah. Artinya, bila mereka dapat hasil dari sawah yang digarap oleh para petani, secara langsung mereka tercatat sebagai penikmat subsidi pupuk.
Subsidi pupuk yang salah sasaran sebetulnya telah menjadi bahan diskusi cukup penting sejak 20 tahun lalu. Terlepas dari ada atau tidak adanya solusi cerdas untuk menyelesaikannya, tentu kita berharap agar saat ini, kita tidak melihat lagi kebijakan subsidi pupuk yang salah sasaran. Para petani yang menerima subsidi adalah petani yang benar-benar memiliki lahan sendiri, lalu digarap sendiri dan hasil panenannya dinikmati sendiri.
Discussion about this post