MEDIA TATARUANG – Semenjak ditunjuknya Darmawan Prasojo sebagai Direktur Utama PT PLN (Persero), dalam dua tahun ini ramai diwacanakan, klaim bahwa PLN punya peran besar dalam isu transisi energy dari energy polutif ke Energy Baru Terbarukan (EBT).
Sebagaimana diketahui, sumber energi polutif di antaranya seperti batu bara, solar, bensin, dan jenis bahan bakar lainnya yang menghasilkan polusi. Sedangkan EBT di antaranya seperti gas hydrogen yang dipasok dari Energy Hijau (kompas.com, 22 Pebruari 2024).
PT PLN kemudian memperkuat dorongan EBT-nya dengan meresmikan Stasiun Pengisian Kendaraan Hydrogen atau “Hydrogen Refueling Station” (HRS) pertama di Indonesia. Peresmian digelar di Senayan, Jakarta, pada 21 Pebruari 2024 oleh Dirut PLN, Darmawan Prasojo.
Darmawan Prasojo menegaskan pula bahwa langkah itu sebagai kelanjutan beroperasinya 21 pembangkit hydrogen hijau atau “Green Hydrogen Plant” di lingkungan PLN.
PELANGGARAN PUTUSAN MK 2004
Namun kalau kita telisik lebih jauh dari tugas utama PLN, yang pernah diingatkan lagi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 tgl 15 Desember 2004 tentang “Judicial Review” UU No 20/2002, saat itu MK menegaskan bahwa fungsi utama PLN adalah membangun infrastruktur negara di bidang kelistrikan. Tugas utama PLN adalah menguasai, mengoperasikan, sampai menyediakan listrik sebagaimana ditegaskan pada pasal 33 ayat (2) UUD 1945.
Discussion about this post