Media TATARUANG – Sejak reformasi, cara kita mengelola dan menjaga hutan adalah menggunakan pendekatan humanistik. Pendekatan itu sekaligus memberikan penghormatan terhadap masyarakat adat dan lokal beserta kearifannya, serta mengakui bahwa mereka memiliki peran sangat penting dalam pengelolaan hutan. Itu kurang lebih yang saya tulis di beberapa grup WhatsApp (WA) saat muncul berita tentang akan adanya “peran” Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia (TNI–POLRI) dalam “menjaga” hutan, yang dinyatakan oleh pejabat tertinggi kehutanan. “Mustahil hutan dapat dijaga kalau tak ada bantuan TNI-POLRI”. Begitu kurang lebih pernyataannya yang dimuat di media online ternama, 5 November 2024.
Pernyataan ini yang membuatku bertanya-tanya ada apa sebenarnya di balik “kebijakan” ini; kebijakan yang mendadak jauh berbeda dari pendekatan kehutanan sejak era reformasi. Meski tak sempurna, cara mendekati hutan, kehutanan dan perhutanan sejak 1999 dan seterusnya mengutamakan penghormatan terhadap masyarakat adat dan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Masyarakatlah garda terdepan dan pihak yang paling berkepentingan dengan hutan, serta pihak yang paling terkena dampak jika ekosistem hutan di wilayahnya “diusik” untuk alasan apa pun.
Discussion about this post